Apa Penyebab Angka Golput Pilkada Jakarta Naik 40 Persen Lebih, Benarkah Karena Calon Kurang Relevan?

Apa Penyebab Angka Golput Pilkada Jakarta Naik 40 Persen Lebih, Benarkah Karena Calon Kurang Relevan?

pemilu-pixabay-

Menurut Saidiman Ahmad, Peneliti dari Lembaga Survei SMRC, ada sejumlah faktor yang menjadi alasan utama mengapa warga Jakarta cenderung memilih golput:

Karakter Warga yang Kritis dan Rasional
Jakarta sebagai ibu kota negara memiliki penduduk yang dianggap lebih kritis dan rasional dalam menyikapi situasi politik. Tingkat pendidikan yang tinggi turut memengaruhi cara pandang masyarakat terhadap pentingnya Pemilu. Berdasarkan data, 68 persen penduduk Jakarta memiliki pendidikan setara SMA hingga Perguruan Tinggi. Hal ini membuat mereka lebih selektif dalam menentukan pilihan atau bahkan memilih untuk tidak memilih sama sekali.


Kurangnya Keyakinan Terhadap Efektivitas Suara
Salah satu alasan utama golput adalah kurangnya keyakinan masyarakat bahwa suara mereka benar-benar berdampak. Banyak pemilih merasa bahwa siapapun yang menang dalam Pemilu, kebijakan yang dihasilkan tidak akan jauh berbeda. "Perlu ada keyakinan bahwa suara mereka berharga, sehingga masyarakat mau datang ke TPS. Jika ini tidak diperbaiki, angka golput akan terus tinggi," jelas Saidiman.

Baca juga: 3 Produk Pinkflash yang Dinilai Berbahaya hingga Ditarik Izin Edarnya oleh BPOM Milik PT FCL Internasional Indonesia yang Berasal dari China

PR Besar untuk Pemerintah




×

Fenomena ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah dan penyelenggara Pemilu untuk membangun kesadaran masyarakat bahwa setiap suara memiliki nilai penting. Dibutuhkan upaya yang lebih konkret dalam memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa hasil Pemilu dapat memengaruhi kehidupan mereka secara langsung.
Golput Lebih Tinggi di Kalangan Generasi Muda

Jika dilihat berdasarkan usia, angka golput di kalangan generasi muda cukup mengkhawatirkan. Pemilih berusia 40 tahun ke bawah mencatat tingkat golput sebesar 55 persen, sedangkan di kelompok usia 45 tahun ke bawah, angkanya mencapai 65 persen. Tingginya angka golput di kalangan generasi produktif ini menunjukkan adanya krisis kepercayaan terhadap proses demokrasi.

TAG:
Sumber:

im

Berita Lainnya